Selasa, 19 Mei 2020

Inovasi pendidikan Pada Level PAUD

PEMANFAATAN APLIKASI ANIMASI MARBEL

DALAM INOVASI PENDIDIKAN PADA LEVEL PAUD

 

Oleh: Kartika Fajriani, S.Pd.I., M.Pd

 

Seiring dengan kemajuan teknologi yang mengglobal saat ini, telah banyak mempengaruhi kehidupan di segala aspek, diantaranya aspek pendidikan yang seharusnya telah dilakukan inovasi yang positif untuk kemajuan pendidikan pada level PAUD. Fasilitas-fasilitas yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang sekiranya masih bersifat tradisional, seperti buku paket peserta didik dan papan tulis misalnya sudah dialihfungsikan menjadi barang pelengkap saja dalam pembelajaran. Fenomena tersebut terjadi karena perkembangan teknologi yang semakin canggih seperti keberadaan internet, penggunaan laptop, iPad, LCD, smartphone, dan lain-lain. Anak-anak masa kini menghabiskan banyak waktu di depan  layar (TV dan gadget). Hasil penelitian M. Hafiz Al-Ayouby (2017) menemukan anak-anak menghabiskan rata-rata 7 jam sehari dalam menggunakan media layar, 90% orang tua di Indonesia melaporkan bahwa anak di bawah usia dua tahun telah menonton beberapa bentuk media elektronik. Di lain pihak, M. Atwi Suparman (2014) menjelaskan bahwa anak-anak berusia dua sampai lima tahun menghabiskan lebih dari 32 jam seminggu di depan layar. 52 % anak-anak usia 0-8 tahun memiliki akses untuk menggunakan smartphone, tablet, atau alat elektronik lainnya. Realitanya banyak peserta didik lebih menyukai animasi daripada buku sebagai media belajar. Untuk mengimbangi kemajuan teknologi tersebut, ditawarkan aplikasi Animasi Marbel untuk anak usia dini, dan guru sebagai pendidik dapat memanfaatkannya dalam pembelajaran di PAUD.

Aplikasi Animasi Marbel dalam pendidikan dapat mengubah cara pembelajaran di PAUD yang saat ini masih bersifat tradisional menjadi lebih modern dengan penuh inovasi, sehingga melalui aplikasi Animasi Marbel, pendidik dapat meningkatkan kemampuan peserta didiknya agar lebih termotivasi dan meningkatkan hasil belajarnya. Anak-anak seusia PAUD sangat senang dengan permainan, gambar yang bergerak, dan warna yang menarik dari tampilannya, serta suara yang muncul dari aplikasi Animasi Marbel menjadikan aplikasi ini sangat disukai anak-anak usia dini, dan secara tidak langsung dalam aplikasi Animasi Marbel guru juga dapat mengukur ketercapaian kemampuan sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik motorik dan seni pada anak usia dini.

 

Pada awalnya belajar huruf dengan mengunakan buku paket dikelas, gambar yang kurang menarik, guru menjelaskan di depan, dan mencontohkan dipapan tulis, sehingga peserta didik menjadi cepat bosan dan tidak semangat dalam belajar.

 

 

 

Gambar 1. Media Buku Pelajaran Belajar Huruf

 

 

 

 

Kini dengan inovasi teknologi dibidang pendidikan, beralih dengan menggunakan aplikasi Animasi Marbel melalui laptop atau iPad yang dihubungkan ke LCD, dan anak-anak dapat belajar sambil bermain, sehingga proses pembelajaran terasa asyik dan menyenangkan bagi peserta didik.

Peserta didik tidak diajarkan untuk menghafal huruf, tetapi dengan inovasi teknologi, anak langsung mengaplikasikan dan mengklik dengan jari-jarinya, huruf-huruf dapat bergerak mengeluarkan suara yang mudah dipahami dan diingat oleh anak karena disertai gambar audio visual.

 

 

Gambar 2. Media Aplikasi Animasi Marbel Belajar Huruf

 

 

Anak-anak membutuhkan kesempatan untuk mengeksplorasi dan bermain dengan teknologi aplikasi Animasi Marbel seperti yang mereka lakukan dengan menggunakan bentuk-bentuk game edukasi di dalam kelas. Ini berarti bahwa TIK dengan pemanfaatan media aplikasi Animasi Marbel harus terintegrasi di seluruh kurikulum PAUD. Penggunaan TIK harus didasarkan pada pemahaman tentang tujuan, praktik, dan konteks sosial di dalam PAUD secara keseluruhan.

 

 

 

 

 

Gambar 3. Proses Media Aplikasi Animasi Marbel pada pembelajaran

 

DAFTAR PUSTAKA

M. Hafiz Al-Ayouby Dampak Penggunaan Gadget Pada Anak Usia Dini (Studi di PAUD dan TK.Handayani Bandar Lampung): Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Lampung Bandar Lampung, 2017.

 

Highscope Educational Research Foundation & Red-e Set Grow. (2013), diakses dari http://www.coradvantage.org.

 

M. Atwi Suparman, Teknologi Pendidikan Dalam Pendidikan Jarak Jauh – Solusi untuk Kualitas dan Aksesibilitas Pendidikan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2014).

Wakaf Produktif

WAKAF PRODUKTIF DALAM SISTEM EKONOMI SYARI’AH

Oleh : Kartika Fajriani

 

Dosen Pendidikan Anak Usia Dini (PUAD) UNU Kaltim

 

 

 Abstrak

 

Wakaf produktif merupakan bagian memberdayakan asset ekonomi masyarakat yang ada dalam harta wakaf. Maka harta wakaf harus dikelola secara produktif agar menghasilkan peluang bagi terbukanya sektor strategis yang menguntungkan, seperti membuka lapangan kerja baru dan pengelolaan pelayanan publik yang meringankan beban ekonomi masyarakat. Dengan melakukan wakaf, berarti seseorang telah memindahkan harta dari upaya konsumsi menuju reproduksi dan investasi dalam bentuk modal produktif yang dapat memproduksi dan menghasilkan sesuatu yang bisa dikonsumsi pada masa-masa yang akan datang, baik oleh pribadi maupun kelompok. Dengan demikian wakaf merupakan kegiatan menyimpan dan berinvestasi secara bersamaan. Oleh karena itu, melakukan pengelolaan wakaf berarti mengembangkan harta produktif untuk generasi yang akan datang sesuai dengan tujuan wakaf, baik berupa manfaat, pelayanan dan pemanfaatan hasilnya.

Jadi secara ekonomi, harta wakaf syari’ah adalah membangun harta produktif melalui kegiatan produksi saat ini, untuk dimanfaatkan hasil bagi generasi yang akan datang. Wakaf juga mengorbankan kepentingan sekarang untuk konsumsi demi tercapainya pengembangan harta produktif yang berorientasi pada sosial, dan hasilnya juga akan dirasakan secara bersama oleh masyarakat.

Agar Wakaf dapat dikelola oleh Nazhir yang profesional dan harta wakafnya dapat berkembang dengan baik, maka wakaf harus dikelola secara transparan dan akuntabilitas. Hal lain yang penting sekali kaitannya dengan managemen wakaf sebagai dana umat ini adalah bagaimana menjadikan benda tersebut lebih besar atau lebih tinggi produktifitasnya. Artinya kalau pemanfaatannya perlu pemetaan skala maka pengelolaannya sebagai sumber dana juga perlu inovasi sehingga tidak hanya sekedar dengan model tradisional tapi perlu berfikir produktivitas sekaligus dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas.

Wakaf menjadi solusi bagi pengembangan harta produktif di tengah-tengah kondisi ekonomi yang lagi terpuruk, Maka wajar kalau jumlah wakaf produktif banyak sekali dan menyebar di seluruh negara-negara berpenduduk mayoritas muslim yang dapat memacu angka pertumbuhan ekonomi.

Kata Kunci: wakaf produktif, managemen, dan sistem ekonomi syari’ah

 

A. Pendahuluan

 

Wakaf merupakan salah satu kegiatan dari berbagai kegiatan yang ada setelah system ekonomi Islam (SEI). Wakaf memisahkan sebagian harta kekayaan yang kekal zatnya dan melembagakan selama-lamanya untuk dipergunakan bagi kepentingan kepribadatan dan keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

Berwakaf bukanlah seperti sedekah biasa, tetapi lebih luas dari itu. Hasil wakaf digunakan untuk hal-hal yang berguna bagi masyarakat dan lebih produktif, seperti membangun gedung sekolah, madrasah, pesantren, masjid, rumah sakit, pemberian bea siswa bagi mereka yang tidak mampu dan sebagainya. Tujuan orang mewakafkan hartanya yaitu untuk mendapakan nilai pahala yang mengalir terus (Shodaqah Jariyah) selama benda waqaf masih ada dan dimanfaatkan sesuai peruntukannya walaupun sang waqif (orang berwaqaf) sudah meninggal dunia. (KH.MA. Sahal Mahfudz, 2004:177)

Pemahaman dan pemberdayaan harta wakaf di kalangan umat Islam telah mengalami perubahan yang signifikan. Dari waktu ke waktu, pemahaman wakaf  pun semakin berkembang dan komprehensif yang bertujuan untuk mengembangkan ekonomi, untuk kepentingan sosial masyarakat. Karena itu, umat Islam telah menemukan wajah ekonomi baru yang muncul dari wakaf, yaitu dengan cara mendirikan yayasan atau lembaga pengembangan ekonomi berorientasi pada pelayanan masyarakat. Ini menunjukkan betapa pentingnya pemberdayaan harta wakaf produktif untuk meningkatkan ekonomi umat.

Semakin luasnya pemahaman dan pemberdayaan harta wakaf ini sangat penting, terutama jika dikaitkan dengan konsep pengembangan wakaf produktif dalam meningkatkan perekonomian umat, akan tetapi karena kurangnya pembahasan wakaf disebabkan karena umat Islam hampir melupakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari lembaga perwakafan. Masalah management dan korupsi diperkirakan menjadi penyebab utama sehingga kegiatan lembaga perwakafan ini kurang diminati dan hampir terlupakan. Padahal jika lembaga sosial yang berdiri saat ini dananya ditopang dari wakaf dan bergerak dalam bidang pengelolaan wakaf secara produktif dalam rangka memberikan pembinaan dan perlindungan kepada masyarakat, seperti yayasan yatim piatu, lembaga perlindungan anak-anak, lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, penyaluran air bersih ke seluruh kota dan berbagai kegiatan sosial lainnya, maka tidak menutup kemungkinan dengan wakaf kita bisa mengentaskan kemiskinan dan mensejahterakan ekonomi umat.

 Untuk itu, perlu ada upaya perbaikan yang bertujuan untuk membenahi manajemen wakaf kearah yang lebih produktif dan kiat-kiat untuk membangkitkan kembali semangat wakaf dikalangan umat Islam menuju siistem ekonimi syariah sejahtera. Tulisan makalah ini akan berusaha mengeksplorasi tentang Pemberdayaan Wakaf Produktif dalam Sistem Ekonomi Syariah.

 

 B. Pengertian Wakaf

Para ahli fikih menggunakan tiga kata dalam mendefinisikan wakaf, yaitu: wakaf, habas dan tasbil. Dalam kamus Al-Wasith dinyatakan bahwa al-habsu artinya al-man’u (mencegah atau melarang) dan al-imsak (menahan) seperti dalam kalimat habsu as-syai’ (menahan sesuatu). Waqfuhu la yuba’ wa la yurats (wakafnya tidak dijual dan tidak diwariskan.

Menurut Mundzir Qahaf wakaf adalah memberikan harta atau pokok benda yang produktif terlepas dari campur tangan pribadi, menyalurkan hasil dan manfaatnya secara khusus sesuai dengan tujuan wakaf, baik untuk kepentingan perorangan, masyarakat, agama atau umum (Qahaf, 2000; 64).

Sedangkan menurut Al-Minawi mendefinisikan: “Menahan harta benda yang dimiliki dan menyalurkan manfaatnya dengan tetap menjaga pokok barang dan keabadiannya yang berasal dari para dermawan atau pihak umum selain dari harta maksiat semata-mata karena ingin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala” (Al-Minawi, 1990: 340).

Secara administrasi wakaf dikelola oleh nadzir yang merupakan pengemban amanah waqif yang memberi wakaf. Contoh yang paling klasik dari wakaf adalah tanah. Hubungan antara makna harfiyah dan makna teknis terkait dengan adanya “keabadian unsur pokok dimana ia harus berhenti, tidak boleh dijual atau dialihtangankan kepada selain kepentingan umat yang diamanahkan oleh waqif kepada nadzir waqif (Antonio dalam Republika, 2002: 04/2)

Keberadaan wakaf terbukti telah banyak membantu pengembangan dakwah Islamiyah, baik di negara Indonesia, maupun di negara-negara lainnya. Hampir semua lembaga pendidikan yang terkemuka saat ini seperti Universitas al Azhar di Cairo berasal dari pengelolaan asset waqaf. Hanya saja jika wakaf pada masa-masa yang lalu selalu dikaitkan dengan benda-benda tidak bergerak kini perlu dipikirkan wakaf dalam bentuk lain misalnya wakaf dengan uang yang penggunaannya bisa bagi pengembangan usaha produktif kaum dhuafa.

B. Wakaf dalam Dimensi Ekonomi Syari’ah

Salah satu lembaga ekonomi Islam yang sangat berperan dalam pemberdayaan ekonomi umat adalah wakaf. Dalam sejarah, wakaf telah memerankan peran penting dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Hal-hal yang paling menonjol dari lembaga wakaf adalah peranannya dalam membiayai berbagai pendidikan Islam dan kesehatan. Sebagai contoh misalnya di Mesir, Saudi Arabia, Turki dan beberapa Negara lainnya pembangunan dan berbagai sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan dibiayai dari hasil pengembangan wakaf.

Sekarang ini muncul pemikiran untuk menggerakkan roda perekonomian melalui penambahan dana dari luar sistem negara dengan melalui pengembangan wakaf secara produktif. Melakukan wakaf merupakan bagian memberdayakan asset ekonomi masyarakat yang ada dalam harta wakaf. Dengan demikian, harta wakaf harus dikelola secara produktif agar menghasilkan peluang bagi terbukanya sektor strategis yang menguntungkan, seperti membuka lapangan kerja baru dan pengelolaan pelayanan publik yang meringankan beban ekonomi masyarakat.

Dengan melakukan wakaf, berarti seseorang telah memindahkan harta dari upaya konsumsi menuju reproduksi dan investasi dalam bentuk modal produktif yang dapat memproduksi dan menghasilkan sesuatu yang bisa dikonsumsi pada masa-masa yang akan datang, baik oleh pribadi maupun kelompok. Dengan demikian wakaf merupakan kegiatan menyimpan dan berinvestasi secara bersamaan. Kegiatan ini mencakup kegiatan menahan harta yang mungkin dimanfaatkan oleh wakif baik secara langsung maupun setelah berubah menjadi barang konsumsi, sehingga tidak dikonsumsi saat ini, dan pada saat yang bersamaan ia telah mengubah pengelolaan harta menjadi investasi yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah harta produktif .

Wakaf menjadi solusi bagi pengembangan harta produktif di tengah-tengah masyarakat dan solusi dari kerakusan pribadi dan kesewenang-wenangan pemerintah secara bersamaan. Wakaf secara khusus dapat membantu kegiatan masyarakat umum sebagai bentuk kepedulian terhadap umat, dan generasi yang akan datang. Kegiatan sosial seperti ini telah dianjurkan dalam syariat Islam sebagai kebutuhan manusia, bukan saja terbatas pada kaum muslimin, tetapi juga bagi masyarakat non-muslim.

Optimalisasi wakaf dapat juga diwujudkan dalam program pemberdayaan keluarga melalui semacam bank sosial. Wakaf tidak hanya berupa tanah atau bangunan, tetapi juga berupa uang tunai (cash waqf) yang diabadikan dalam deposito wakaf pada Social Investment Bank Ltd (SIBL) (Perwataatmadja, 2002: 1).

C. Managemen Wakaf Produktif dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat

Kesinambungan manfaat hasil wakaf dimungkinkan oleh berlakunya wakaf produktif yang didirikan untuk menopang berbagai kegiatan sosial dan keagamaan. Wakaf Produktif pada umumnya berupa tanah pertanian pertanian atau perkebunan, gedung-gedung komersial, dikelola sedemikian rupa sehingga mendatangkan keuntungan yang sebagian hasilnya dipergunakan untuk membiayai berbagai kegiatan tersebut. Bahkan dalam sejarah, wakaf sudah dikembangkan dalam bentuk apartemen, ruko dan lain-lain. Disamping apartemen dan ruko, terdapat wakaf toko makanan, pabrik-pabrik, dapur umum, mesin-mesin pabrik, alat-alat pembakar roti pemeras minyak, tempat pemandian, dan lain-lain. Wakaf Produktif ini kemudian dipraktekkan di berbagai Negara sampai sekarang. Hasil dari pengelolaan wakaf tersebut dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial ekonomi umat. Yang menjadi masalah di berbagai tempat baik di Indonesia maupun di Negara lain adalah pengelolaannya. Tidak jarang Wakaf dikelola dengan manajemen yang kurang bagus sehingga dapat mengakibatkan Wakaf tersebut berkurang atau hilang. Padahal Wakaf sebagai harta Allah tidak boleh berkurang sedikitpun. Agar Wakaf dapat dikelola oleh Nazhir yang profesional dan harta wakafnya dapat berkembang dengan baik, maka wakaf harus dikelola secara transparan dan akuntabilitas .

Hal lain yang penting sekali kaitannya dengan pengelolaan wakaf sebagai dana umat ini adalah bagaimana menjadikan benda tersebut lebih besar atau lebih tinggi produktifitasnya. Artinya kalau pemanfaatannya perlu pemetaan skala maka pengelolaannya sebagai sumber dana juga perlu inovasi sehingga tidak hanya sekedar dengan model tradisional tapi perlu berfikir produktivitas sekaligus dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas.

Perlu diperhatikan  adalah keberadaan wakaf sebagai dana umat itu berfungsi sebagai modal pemberdayaan ekonomi umat. Disini bukan saja untuk memberi modal usaha kepada anggota tetapi juga pelatihan yang mencakup kualitas dan skill untuk usaha mandiri. Dari training sampai dengan implementasi usahanya sekaligus dapat dilatih dengan bisnis, manajemen, dan ekonomi yang sesuai dengan syari’ah.

Selain Pengelolaan yang serius, juga diperlukan SDM dibidang ekonomi syariah yang secara keseluruhan merupakan upaya perbaikan yang bertujuan memperbaiki manajemen wakaf. Upaya perbaikan ini pada hakekatnya merupakan perubahan pada bentuk dan sistem kepengurusan baru yang sesuai dengan karakteristik wakaf Islam. Hal ini karena ia sebagai bagian dari lembaga ekonomi yang erat kaitannya dengan pembangunan masyarakat dan bukan dengan pemerintah. Karena itu, untuk menentukan bentuk manajemen yang diinginkan bagi wakaf, pertama kali harus mengenal secara detil tujuan-tujuan yang menurut pengurus wakaf dapat diperkirakan dan dapat direalisasikan.

D. Penutup

Berkaca dari keberhasilan Negara lain sepeti Banglades mengurangi angka kemiskinan melalui program wakaf ini diharapkan tentunya dapat menstimulasi optimalisasi wakaf tanah air ini. Jumlah tanah wakaf yang sangat besar di Indonesia, yakni 1710 lokasi yang pengelolanya selama ini lebih bersifat komsuntif dan tradisional, bila dikelola dengan inovatif dan lebih kepada produktif maka  dapat memberdayakan masyarakat Indonesia juga tentunya. Apalagi Indonesia sudah mempunyai PP. No. 28 Tahun 1997 tentang perwakafan.

Bila wakaf di Indonesia dapat dikelola dengan optimal, disamping dapat memberdayakan ekonomi umat, mengurangi angka kemiskinan, juga Insya Allah ummat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas.

 

E. DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Syafi’i, Cash Wakaf dan Anggaran Pendidikan Ummat, Republika, Senin, 04 Februari 2002.

 

Antonio, Syafi’i, oleh Prof. MA. Manan, ahli Ekonomi Islam dan Bangladesh di Jakarta, Rabu 24 Maret Republika, 25 Maret 2004.

 

John L, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Mizan, Bandung, Cet. I, 2001.

 

As-Sayyid as-Sabiq, Fiqh as-Sunnah, III Mesir: Dar’al Qalam, 1984.

 

As-Sayyid as-Sabiq, Kitab al Umm, Bahasan Ihbas atau Mughni Muhtaj Vol II, Karya Khatib Syarbini.

 

Pembahasan wakaf dalam Bidayat al Muftahud wa Nihayi al Muqtashid karya Ibnu Rusyd dan Mughni wa Syarh al Kabir karya Ibn Qudamah.

 

Djunaidi, Achmad. 2008. Menuju Era Wakaf Produktif,Cet. V. Jakarta: Mumtaz Publising.