Berbagi Pengalaman
Menerbitkan Buku
Nara Sumber:
Dra.Sri
Sugiastuti, M.Pd
Risume Kulliah Online
Jumat, 05 Juni 2020
Seorang jadi penulis
perlu proses, tidak memandang usia yang sudah kepala 5, dimulai tahun 2007, disaat
kuliah S2 dituntut untuk berkenalan ke medsos, internet, sering ke toko buku
dan juga ke perpustakaan. Sampai pada akhirnya menemukkan sebuah buku karangan
kang Iwa, yang menyatakan menulis itu gampang. Nah buku inilah yang
mengispirasi saya kalua menulis itu gampang.
Pada Tahun 2009, pada rapat
MGMP, ada teman yang mengajak menulis bahan ajar, kebetulan di bimbing oleh Penerbit
Erlangga untuk menulis buku bahan ajar. Prosesnya selama 6 bulan dengan dengan
keroyokan dengan teman-teman, dengan Menyusun buku Seri Pendalman Materi Seri
SMK. Setelah direvisi akhirnya pada bulan Oktober 2010, buku tersebut terbit. Dengan
editor dan tim penyusun ada 3 orang. Inilah awal kepuasaan saya sebagai penulis
karena dipakai untuk anak SMK dan tingkat Nasional, keuntugan lainnya adalah royalty
yang tiap semester mengalir ke rekening saya.
Buku yang saya terbitkan
dikatakan laris manis, dan setiap tahun ada edisi revisinya, dan hampir seluruh
Indonesia menggunakan buku tersebut, karena tingkat Nasional dan selalu dibuat sebagai
pengadaan buku di setiap sekolah, inilah akhirnya berimbas juga apa vinansial
yang saya dapat. Hal ini juga didukung oleh penerbit yang resepentatif, yaitu
Penerbit Erlangga yang tidak mudah untuk bisa goal di penerbit mayor tersebut,
tetapi ini tidak terjadi kebetulan, perlu usaha juga dari tulisan-tulisan yang
saya buat.
Pengalaman menerbitkan
buku secara indi, dimulai dari 2009 dan akhirnya terbit 2020 dengan menggunakan
nama pena sebagai penulis. Menggunakan pena alasannya karena setiap blog Kompasiana,
Indonesiana, jadi nama belakang saya ditambah dengan Astutiana Mujino. Nama terispirasi
dari Blog Kompasiana, dari sana menulis dalam bentuk dasar sekali, dari apa
yang ada di hati dan pikiran saya tulis, sampai berjumlah 418 halaman. Buku tersebuut
berkisah dari cerita ibu saya masih remaja, sampai saya berusia 50 tahun.
Setelah itu saya sering
menulis buku Antalogi diajakin sama teman-teman dari berbagai kompasiana dan
berbagai bloger. Dari sana kita banyak belajar dan kkita banyak mengetahui
bagaimana ciri penulisan kita sendiri, cara belajar dan menulis buku itu gurih-gurih
sedap karena ada pengalaman tersndiri dari menulis sappai akhirnya saya bertemu
dengan Om Jay.
Kesimpulannya bahwa
menulis itu keterampilan, bukan bakat, jadi Latihan, tulislah berbagai ide yang
berserak di sekitar bapak ibu. Jadikan menulis dan membaca sebagai gaya hidup. Tentu
saja membaca dengan kacamata selektif dengan kacamata yang utuh. Istiqomah dalam
menulis biarkan tulisan iitu menemukan takdirnya, tidak usah merasa malu dan minder, teruslah mengupgrade
diri agar naik leas, menulis dari yang kita suka dan kuasai.
HAL YANG SAYA AMBIL DARI
PEMBELAJARAN KETIGA:
Menjadi seorang penulis tidak memandang
usia, yang penting ada kemauan yang kuat dan disiplin waktu. Memulai untuk
menulis itu berat sekali godaannya, apalagi untuk seorang pemula. Alhamdulillah
dengan ikut di WAG Belajar Menulis gel 12 saya jadi termotivasi untuk menulis
buku. Apalagi semangat bapak ibu semua yang ada digrup ini sangat luar biasa, saya
sebagai joniur merasa malu sekali, mereka yang sudah usia senja begitu semangat
untuk mengupgrade diri untuk naik kelas dan jadi lebih baik, kenapa saya yang
masih dibawah mereka santai dan suka main medsos saja yang kadang tidak ada
manfaatnya, hanya kesenangan sesaat.
Sekian Terimakasih!!
Alhamdulillah tulisan nya sangat teratur jelas dan menarik, terus lah menulis jangan pernah berhenti.buktikan kita bisa menerbitkan buku terimakasih banyak
BalasHapusKisah inspirasif yang patut diteladani
BalasHapusNaaaaaah ini nih yg dicari² tulisannyaa habaaat bagus bu.
BalasHapusresumenya bagus dan menarik, salam kenal
BalasHapus